ANGKASAREVIEW.COM – Urusan pengembangan jet tempur Rusia bolehlah berjaya, namun dalam pembuatan drone khususnya kelas MALE (Medium Altitude Long Endurance) sang Bintang Merah jauh tertinggal di banding AS, Israel, bahkan Cina sekalipun.
Lebih ironisnya lagi saat peseterunya AS mulai mempurnabaktikan MQ-1 Predator pada Maret 2018 ini, Rusia baru tahap menguji drone buatannya.
Rusia mulai melakukan pengembangan drone intai pada tahun 2011 dengan nama sandi proyek Inker. Saat itu perusahaan yang menjadi pemenang tender dari Kementerian Pertahanan Rusia adalah Transas. Namun pada tahun 2015 perusahaan ini mengalami krisis keuangan yang akhirnya diakuisisi oleh AFK Sistema.
Selanjutnya IFK Sistema melalui anak perusahaannya Kronstadt Technologies (KT) melanjutkan pembuatan purwarupa drone yang diberi nama Orion. Pada musim semi tahun 2016, dikabarkan Orion telah mengudara untuk pertama kalinya. Setahun berikutnya dalam gelaran kedirgantaraan MAKS 2017, selubung pengembangan Orion mulai disingkap walau hadir dalam wujud mock-up.
Tampilan desain Orin tak jauh berbeda dengan drone di kelasnya seperti MQ-9 Reaper dari AS atau Wing Loong dari Cina. Mengadopsi konfigurasi sayap utama yang membentang lurus tepat di tengah badan dipadu dengan sirip ekor berbentuk V dengan ukuran besar. Badannya dibangun menggunakan material komposit dan seluruh perangkat roda pendaratnya bisa ditarik kedalam.
Orion memiliki dimensi panjang badan 8 m, tinggi 2 m, dan rentang sayap 16 m. Disokong sebuah mesin turboprop Saturn 36MT berdaya 100 hp, kecepatan terbang jelajahnya UAV ini 200 km/jam, ketinggian terbang maksimum 7.500 meter, jangkauan terjauhnya 250 km, serta endurance 24 jam. Orion mampu lepas landas dan mendarat otomatis dengan berat lepas landasnya 1 ton.
Dilengkapi electro impulse de-icing system dan solusi inovatif lainnya, memungkinkan Orion untuk beroperasi di berbagai area kondisi iklim yang luas, termasuk di bagian wilayah utara yang ekstrem.
Didapuk sebagai drone untuk melaksanakan misi intelijen, pengawasan dan pengintaian (ISR), Orion dapat dikonfigurasi membawa berbagai muatan hingga 200 kg termasuk perangkat infra merah FLIR (forward looking infra-red), SAR (synthetic aperture radar), dan kamera resolusi tinggi seperti tampak dalam foto resmi yang dilansir resmi oleh Kronstadt Technologies Maret lalu.
Orion sendiri ditargetkan baru masuk jalur produksi tahun 2020 mendatang untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dengan ini Rusia dapat melepaskan ketergantungan akan drone dari luar.
Seperti diketahui militer Rusia saat ini mengandalkan drone intai Searcher Mk.2 buatan IAI, Israel dan sebagian di antaranya dibuat di bawah lisensi yang mendapatkan nama lokal Forpost.
Selanjutnya perusahaan yang berbasis di St. Petersburg ini akan bekerja sama dengan Rosonboronexport untuk memasarkan Orion termasuk juga versi ISR bersenjata (UCAV) ke luar negeri, terutama ke negera-negara di kawasan Asia Tenggara, Amerika Latin, Afrika, dan Timur Tengah. RANGGA BASWARA